Kalau Saya Diperbolehkan
by Bayu Adi Persada
Kalau saya diperbolehkan membawa dua anak murid saya menuntut ilmu di Jawa, merekalah yang akan saya bawa. Jika saya hanya diperbolehkan membawa satu orang, maka saya akan menculik satu yang lain. Sedemikian besar harapan saya agar mereka menjadi orang besar nantinya. Sedari kecil, mereka sudah menunjukkan kebesaran hati, kesungguhan semangat, dan pantangan akan kata menyerah pada hidup yang penuh keterbatasan. Saya belajar banyak dari murid-murid saya yang luar biasa ini.
(kanan) Munarsi, 9 tahun. Anak seorang penjahit ini punya kemampuan luar biasa dalam membaca dan mencerna apa yang dibaca. Kemampuannya sudah bisa dibandingkan bahkan dengan anak-anak seumuran SMP. Munarsi juga brilian dalam matematika dan sains. Meski begitu, tak pernah sekalipun pongah menyilaukannya. Dengan sabar, Munarsi mau menuntun kakaknya, Safri, yang belum bisa membaca dan teman-teman lain yang butuh bantuan. Lebih dari itu, anak ini memiliki cinta besar pada Tuhan-nya. Selalu menyempatkan sembahyang lima waktu walau terkadang masih tergoda bermain. Serta tak lupa menyempurnakannya dengan mengaji.
(kiri) Olan, 9 tahun. Latar belakang keluarganya yang tak berpendidikan tidak menjadikan Olan berkecil hati. Tak ada yang menyangka anak ini mampu menembus semifinal Olimpiade Sains Nasional tahun 2011. Selangkah lagi dia mencapai kota mimpi bagi anak-anak desa, Jakarta. Namun Tuhan memilih memberikan dia kesempatan untuk lebih memantaskan diri menjadi lebih baik lagi menghadapi kompetisi selanjutnya.
Ayahnya hanya buruh kelapa serabutan dan ibunya seorang petani kebun. Justru dari keluarga sederhana itulah, Olan menjadi kaya hati. Dia anak yang berhati mulia, cerdas, tangguh, dan tekun serta taat beribadah. Tak pernah sekalipun melewatkan minggu tanpa ke gereja. Olan sangat mahir dalam sains dan bahasa. Dia mampu meningkatkan kemampuannya dengan ketekunan dan keberanian hingga menembus batas keyakinan dirinya sendiri.
Munarsi dan Olan adalah sahabat setia. Meski berbeda agama, suku, dan asal, tak pernah hal-hal remeh itu menjadi halangan mereka untuk saling berbagi duka dan tawa. Mereka adalah contoh konkrit persahabatan abadi yang dimulai sejak usia masih sangat belia.
Doa saya tak putus untuk mereka dan anak-anak lain di Desa Bibinoi. Saya yakin, suatu saat nanti, mereka akan menelepon saya dan berkata, “Pak Guru, kitong pigi di Amerika. Kitong mau sekola di sana!”
—
Tanggal 25 Maret kemarin, pengumuman Olimpiade Sains Nasional 2012 sudah keluar. Kini, giliran Munarsi yang mampu mencapai semifinal. Mudah-mudahan saja ada jalan untuknya dalam terus merajut mimpi semakin tinggi di langit hingga menjadi jembatannya mencapai final di Jakarta.
Karena di Jakarta, sudah ada seseorang yang amat rindu.
izin share ya kak 🙂