Keberuntungan dalam Keabadian

by Bayu Adi Persada

Saya beruntung banyak diberikan kesempatan untuk melakukan perjalanan ke beberapa bagian bumi Tuhan. Kembali merasa beruntung Tuhan titipkan kemampuan kecil untuk memvisualisasikan apa yang dirasa ke dalam runtutan kata dan frasa.

Untuk yang pertama, sepertinya semua orang bisa melakukan itu. Asal ada niat dan kesempatan, setiap orang bisa berwisata, melakukan perjalanan ke mana pun ia mau. Tentunya seringkali dana menentukan destinasi mana yang bisa dikunjungi.

Lalu, saya sebenarnya tidak terlalu percaya diri dengan kemampuan kedua. Kemampuan menulis. Beberapa teman pernah mengatakan bahwa saya punya kemampuan baik dalam urusan merangkai kata menjadi cerita.

Bukan. Ini bukan usaha saya merendah untuk meninggi. Dari hati yang paling dalam, saya memang kurang begitu yakin dengan karya tulisan saya.

Bagaimanapun juga, saya senang menulis. Karena menulis berarti mengabadikan. Ya, mengabadikan pengalaman dan pemikiran. Lebih penting lagi, tulisan memiliki efek mempengaruhi. Itulah yang saya tuju. Pengaruh untuk setiap pembaca karya saya.

Mungkin raga tak bertemu rupa, tapi dengan membaca apa yang saya tulis, saya bisa berbicara dengan mereka yang membaca. Dalam setiap tulisan, saya selalu berharap ada yang bisa dipetik dari pembaca. Sekecil apa pun itu. Agar dari apa yang dipetik bisa menjadi manfaat. Sekecil apa pun.

Termasuk juga cerita perjalanan. Buat saya, perjalanan bukan sekedar pelancongan. Ada nilai yang lebih besar daripada sekedar menambah portofolio tempat yang pernah dikunjungi atau mengoleksi karya fotografi.

Saya punya mimpi sebanyak mungkin menjelajahi sudut-sudut bumi, mudah-mudahan diberi kesempatan oleh Gusti Allah. Dalam setiap kesempatan yang sudah diberikan, saya selalu bisa bersyukur bisa terus belajar hal-hal baru. Selalu ada yang bisa diambil. Selalu ada yang dialami. Untuk akhirnya diceritakan.

Tak pernah terpikir sebelumnya setiap tulisan tentang perjalanan yang saya buat bisa mendatangkan sesuatu. Selain kenikmatan memiliki karya dan bisa berbagi, tentunya. Sesuatu yang dapat dihitung. Ya, saya bicara tentang barang dan uang.

Saya tak sengaja tahu bahwa sedang ada kompetisi Travel Blog Opera-Kompasiana yang diadakan Kompas sekitar 2 bulan lalu. Kompetisi itu memperlombakan cerita perjalanan dengan tema tentang kota yang paling Indonesia.

Kebetulan saya punya stok tulisan yang cocok. Tanpa pikir panjang, saya ikutkan saja cerita perjalanan saya di Tana Toraja.

Seketika tulisan itu dikirimkan, artikel-nya bisa langsung dibaca oleh sesama blogger Kompasiana. Bagi saya saat itu, yang terpenting adalah keikutsertaan, yang lainnya adalah bonus.

Namun, saya agak berkecil hati ketika sudah beberapa hari rilis, artikel tersebut masih sedikit dibaca orang dan tak ada satu pun rating yang masuk. Padahal kalau melihat tulisan orang lain, komentar dan rating yang masuk sudah banyak.

Akhirnya saya memutuskan untuk tidak terlalu berniat mengikuti kompetisi itu. Dari sekian persyaratan yang dikemukakan, saya tidak mengikuti persyaratan terakhir, mempromosikan artikel di Twitter dan Facebook. Jujur saja, saya segan mempromosikan artikel yang belum tentu menarik mengingat statistiknya yang minim di Kompasiana.

Saya iseng mengecek email yang masuk setelah selesai presentasi di ruang rapat sore itu. Ada email yang masuk dari Kompas. Isinya kurang lebih memberi selamat kepada para pemenang. Baca, para pemenang. Saya pikir, ini hanya notifikasi saja bahwa sudah ada pemenang untuk kompetisi itu.

Scrolling email ke bawah, ada kata-kata selamat sebagai pemenang utama. Saya kaget. Spontan saya membalas email tersebut dengan pertanyaan, ‘Pak, apa benar saya pemenangnya?’

Takut menjadi objek penipuan, saya mencari tautan terkait kompetisi itu. Dan betapa bangganya ketika mendapati tulisan saya tentang Tana Toraja memang menjadi yang terbaik dari 157 tulisan yang masuk. Alhamdulillah.

Kadang, kita butuh pengakuan resmi dari orang lain untuk bisa yakin akan kemampuan diri. Dengan menangnya artikel tersebut, saya merasa yakin kemampuan mengolah kata dan frasa ini should not be taken for granted. Pendeknya, jangan disia-siakan.

Sampai saat ini, artikel ‘Perayaan Hidup Kedua di Toraja’ sudah dibaca lebih dari 3000 kali. Mudah-mudahan menjadi manfaat bagi setiap yang membaca.

Kini, saya menjadi semangat menulis cerita perjalanan. Semangatnya berlipat dari sebelumnya. Saya baru menyadari ternyata karya yang sudah dibuat tak harus hanya menjadi koleksi pribadi. Banyak sekali kompetisi menulis cerita perjalanan yang bisa diikuti.

Terakhir, artikel wisata religi saya dengan judul ‘Intimasi dengan Tuhan di Baiturrahman’ menjadi Hot Thread di Kaskus. Yang membuat terharu bukan artikel yang menjadi populer, tapi justru bagaimana kaskuser menanggapi artikel tersebut. Dari komentar yang masuk, banyak dari mereka yang langsung mengingat kebesaran Tuhan seusai membaca. Manfaat, bukan?

One day, saya ingin sekali artikel saya bisa diterbitkan di National Geographic Indonesia dan majalah travel internasional apa pun. Angan-angan yang semula di awang-awang tapi kemudian ditunjukkan oleh Tuhan jalan-jalan menujunya.

Sekali lagi, saya pernah mengatakan,

To write what you have experience is an absolute effort towards eternity.

Menulis adalah salah satu usaha mutlak yang bisa dilakukan demi mencapai keabadian. Keabadian dalam bentuk karya tentu saja. Hingga pengalaman itu menjadi tak terbatas waktu untuk kapan pun bisa diceritakan.

Demikian, semoga bermanfaat. 🙂