Kisah Risa dan Kroko
by Bayu Adi Persada
Suatu waktu saat masih mengajar, saya pernah berjanji pada anak-anak untuk mendongeng di pelajaran Bahasa Indonesia. Sayangnya, malam sebelumnya saya terlalu lelah untuk membaca materi cerita. Ditambah lagi, ketika sampai di sekolah pagi itu, saya baru sadar bahwa buku ceritanya tertinggal di kamar. Memang dasar ceroboh. Padahal pelajaran Bahasa Indonesia menjadi pembuka pagi itu.
Jadilah sepanjang perjalanan ruang guru ke kelas yang hanya tiga puluh langkah kaki menjadi satu-satunya waktu untuk memikirkan apa yang hendak diceritakan. Syukurlah, Tuhan menitipkan inspirasi cerita untuk saya saat itu juga.
Akhirnya, dengan sesekali berhenti sejenak untuk memperkuat alur cerita, Kisah Risa dan Kroko selesai juga diceritakan. Tanggapan anak-anak tak terduga. Mereka serius sekali mendengarkan. Beberapa orang bahkan kerap berubah ekspresi pada satu dua adegan tertentu. Semakin membahagiakan ketika diminta menuliskan kembali, sebagian anak menyerap cerita itu dengan baik.
Berikut ceritanya, semoga menarik.
—
Tersebutlah sebuah kisah di hutan belantara Kalimantan. Para warga hutan hidup dalam kedamaian dengan alam. Ada gajah yang sedang mandi di sungai, orang utan yang bergelantungan santai di batang-batang pohon besar, atau ular yang dengan tenang melindungi telur-telurnya di sebuah lubang kecil di bawah akar pohon jati.
Suatu ketika di sebuah sarang di atas pohon, Risa si Burung Enggang kecil sedang kesepian. Ia bangun kesiangan sehingga ketinggalan rombongan teman-temannya yang telah terbang berjalan-jalan keliling hutan. Ia sedih karena merasa tak ada yang membangunkan.
Tak selang berapa lama, ibu Risa datang membawa makanan yang baru diambilnya dari hutan seberang. Melihat anaknya bersedih, ibu Risa bertanya, “Risa, kenapa wajahmu cemberut seperti itu? Bukankah hari ini cerah untuk bermain-main?” Risa menjawab lirih, “Iya, Ibu. Aku sedih karena bangun kesiangan. Jadi teman-teman meninggalkanku untuk bermain.”
“Ibu sudah mencoba membangunkanmu tadi. Tapi susah sekali, tidurmu sepertinya sangat nyenyak setelah seharian bermain kemarin. Karena kamu tak lekas bangun, Ibu akhirnya pergi mencari makanan di sungai dekat hutan seberang. Ya sudah, sekarang kamu bawa makanan ini dan pergi bermain sendiri ya,” tutur sang ibu yang mencoba menghibur anak semata wayangnya.
Mendengar perkataan ibunya, Risa merasa sedikit lega. Ia ingin mengikuti perkataan ibunya. Membawa bekal sedikit makanan, ia segera terbang mengangkasa. Dalam perjalanan, ia bertanya dalam hati, “Aku mau ke mana ya? Aku bingung. Biasanya ada teman-teman yang selalu punya tempat menarik untuk dikunjungi.”
Setelah terbang berputar-putar tak tentu arah, ia melihat di kejauhan ada tempat yang menarik perhatiannya. Sebuah sungai kecil tak jauh dari tempat tinggalnya. Suara gemericik airnya sudah terdengar dari atas. Akan tetapi, ia teringat cerita yang menakutkan di sungai itu. Kabarnya, sungai itu menjadi tempat tinggal Kroko, buaya muara paling besar di hutan. Menurut cerita juga, Kroko senang sekali menganggu warga hutan bahkan tak segan memangsa.
“Wah, di sungai itu kan ada si Kroko. Semua warga hutan takut padanya. Padahal aku ingin sekali main-main di sekitar sungai itu,” kata Risa dalam hati. Ia masih sangat ragu dengan pilihannya.
Setelah berputar-putar sebentar di atas sungai itu, Risa memutuskan untuk bertengger di batang pohon. Risa mengamati keadaan di dekat sungai dari jauh. Sangat tenang di bawah sana, jauh dari keramaian. Ia mulai sedikit demi sedikit mendekat ke pinggiran sungai.
Sampailah Risa di ranting pohon yang persis melintang di atas sungai itu. Aliran airnya mengalun pelan. Jernihnya air membuat ia bisa melihat ikan-ikan kecil berlari-larian di bebatuan sungai. Sambil menikmati nyamannya bersantai di pinggir sungai, ia memakan bekal yang dibawakan ibunya.
Lama kelamaan Risa merasa bosan. Bekal yang dibawanya sudah hampir habis ia makan. Perutnya kenyang tapi hatinya merasa kesepian. Biasanya Risa bisa bercanda dengan teman-teman sepermainannya. Ikan-ikan kecil yang bermain riang membuatnya ingin sekali ikut bermain. Namun Risa masih malu untuk mengajak mereka bermain bersama.
Dalam hatinya, Risa membayangkan alangkah senangnya kalau ia bisa ikut bermain dengan ikan-ikan itu.
Risa akhirnya memberanikan diri untuk bertanya pada sekumpulan ikan-ikan kecil itu, “Hai ikan ikan kecil, bolehkah aku ikut bermain dengan kalian? Aku tidak punya teman di sekitar sini.” Bukannya menjawab, ikan-ikan kecil itu justru berlari ketakutan.
Risa menjadi sangat sedih. Wajahnya muram. Ia tertunduk lesu. Tak terasa air matanya jatuh membasahi wajahnya.
Tiba-tiba suara aliran air sungai yang tenang menjadi beriak keras. Seperti ada yang membuat aliran sungai tersebut menjadi bergerak agak cepat. Ada makhluk yang bergerak diam-diam di bawah air. Ternyata makhluk itulah yang membuat ikan-ikan itu pergi. Ia mendekat perlahan seperti menuju sesuatu. Makhluk itu sedang mengincar mangsa! Mangsa itu adalah Risa!
Risa masih terisak-isak di pinggiran ranting. Ia masih memikirkan mengapa dirinya ditolak oleh ikan-ikan kecil itu. “Apakah aku ini buruk rupa? Apakah aku ini anak yang nakal? Tidak, ibuku bilang aku anak yang cantik dan baik. Tapi mengapa mereka tak mau bermain denganku?”
Di tengah lamunannya itu, ia tidak sadar bahwa dirinya sedang diincar oleh makhluk misterius di sungai itu.
Makhluk itu semakin mendekat. Ia sedikit lagi sampai di tepian sungai dekat ranting pohon tempat Risa berada.
Kepalanya sudah mulai nampak ke permukaan. Tubuhnya terlihat besar dengan kulit bersisik yang tebal. Ia bergerak cepat dan langsung membuka mulutnya lebar-lebar. Makhluk itu ternyata Kroko dan ia siap menyergap Risa!
Risa seketika tersadar bahwa ada sesuatu yang sedang mendekati dirinya. Angin di sekitarnya mendadak menjadi kencang dan air sungai menyambar tubuhnya. Kroko segera melompat menyambar Risa.
Merasa ada bahaya, Risa langsung mengepakkan sayapnya dan terbang sekencang mungkin. Risa akhirnya selamat dari cengkraman Kroko. Hampir saja dirinya menjadi santapan makan siang buaya besar itu.
“Praaakkk!” Ranting tempat Risa bertengger tadi pecah oleh tubuh besar Kroko. Kroko kemudian terjatuh. Air sungai seperti pecah ketika badan Kroko jatuh ke permukaan sungai.
“Byaaar!” Suara keras jatuhnya Kroko tersebut membuat semua warga hutan di sekitar sungai kecil itu kocar kacir. Burung-burung langsung beterbangan, monyet-monyet berteriak lalu cepat menjauh.
Sementara itu, Risa merasa amat lega bisa selamat dari sergapan Kroko
“Toloooong, tolooooong saya. Kaki saya sakit sekali. Tolooong!” Ada suara minta tolong dari arah sungai itu. Risa yang sudah terbang belum begitu jauh masih bisa mendengar suara itu.
Suaranya keras sekali hingga seluruh warga hutan bisa mendengarnya. Itu suara Kroko! Ia merasa sangat kesakitan. Ternyata kakinya tersangkut di bebatuan besar sungai. Seluruh warga hutan yang mendengar tak berani menolong. Mereka justru takut menjadi santapan makan siang Kroko nantinya.
—
Risa masih berkeliling di atas sungai itu. Dalam hatinya, muncul perasaan iba pada Krokon karena tak ada yang mau membantunya. “Kalau ia tidak diselamatkan, ia pasti akan mati karena kelelahan,” pikir Risa dalam hati.
Namun, ia juga sangat takut kalau ia menolong, ia justru akan berada dalam bahaya besar.
Risa masih berpikir apa yang mesti ia lakukan. Ia memilih untuk terbang rendah agar bisa melihat kondisi Kroko lebih dekat.
“Tolooong, tolooong saya. Kaki saya sakit sekali. Saya sudah tidak kuat lagi,” Kroko masih meringis kesakitan dan meminta tolong pada siapa saja yang bisa menolongnya.
Risa bertengger di ranting yang agak tinggi. Semakin lama, ia semakin merasa kasihan pada Kroko. Ia ingin sekali menolong namun ketakutannya masih menghalangi dirinya.
“Kalau aku tidak menolongnya, ia pasti akan mati. Aku takut akan merasa menyesal nanti.”
…
“Aku harus menolong Kroko!” Hati Risa seketika menjadi teguh untuk menyelamatkan buaya malang itu. Entah apa yang membuatnya seberani itu.
Risa berpikir keras bagaimana cara menyelamatkan Kroko. Tubuhnya yang kecil tentu tidak mampu mengangkat batu besar. Ia kemudian melihat-lihat ke segala sisi di sungai. Ternyata, ada banyak bebatuan kecil yang mengganjal batu besar itu sehingga susah sekali digerakkan meski oleh badan besar Kroko.
Dengan badan mungil dan tenaga kecilnya, Risa mengangkat bebatuan kecil itu satu demi satu dengan mulutnya. Lama-kelamaan, sudah cukup banyak bebatuan kecil yang dipindahkan. Batu besar itu sudah bisa sedikit digerakkan tapi Kroko masih belum bisa berbuat banyak. Tubuhnya sudah lemas dan suaranya sudah habis. Kroko bahkan tidak sanggup lagi berteriak minta tolong.
Risa masih berusaha mengangkut batu-batu kecil itu dengan sisa tenaganya. “Tinggal sedikit lagi,” pikir Risa dalam hatinya. Ia terus berusaha dengan sabar membantu Kroko melepaskan diri dari jepitan batu besar itu.
Kroko sudah merasakan kakinya bisa digerakkan. Batu besar itu sudah tak lagi kuat menjepit kakinya. Ia langsung mendapatkan tenaga baru untuk melepaskan diri. Seketika itu juga, ia menyentakkan kakinya kuat-kuat. Batu besar itu pun terlempar jauh. Kakinya sudah terlepas. Kroko selamat.
Batu-batu yang dihempaskan Kroko mengenai tubuh mungil Risa. Tenaga burung mungil tak sanggup lagi menahan bebatuan yang menerjang tubuhnya. Risa pun terjatuh dan terkapar tak berdaya. Ia hampir hilang kesadaran. Tubuhnya tergenang di permukaan air sungai.
Kroko yang sudah terbebas, berteriak sekeras-kerasnya, “Aku bebaaas!!”
Melihat ada seorang burung kecil yang tergenang, Kroko tanpa pikir panjang bergerak mendekati makhluk mungil itu. Ia ingat burung ini, “Burung ini kan yang tadi akan aku jadikan mangsa.”
Risa masih bisa merasakan Kroko bergerak mendekat. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa. Risa pasrah. Tubuhnya sudah sulit sekali digerakkan karena kehabisan tenaga.
Kroko membuka mulutnya lebar-lebar di depan tubuh Risa. Risa merasa inilah akhir hidupnya.
Risa merasa ada gigi-gigi tajam di punggungnya. “Apakah saya masih hidup?” tanya Risa dalam kegelapan. Ia tahu tubuhnya dibawa ke suatu tempat. Tak selang berapa lama, tiba-tiba ia sudah ada di pinggiran sungai.
Risa mencoba membuka mata perlahan dengan tenaga yang masih tersisa. Ada udara hangat yang menerpa tubuhnya yang kedinginan. Ia mendapati Kroko sedang meniupi dirinya agar bulu-bulu tubuhnya cepat kering. Kroko, sang buaya buas itu, tak jadi memakan Risa. Ia justru membawa tubuh Risa dengan mulutnya ke tepian sungai.
“Kamu sudah sadar? Apakah kamu baik-baik saja, burung kecil?” tanya Kroko.
“Iya, aku baik-baik saja. Terima kasih banyak, Kroko.”
“Syukurlah. Siapa namamu, burung kecil?”
“Aku Risa. Mengapa kau menolongku, Kroko? Padahal kau bisa saja memakanku?”
“Apakah aku sekejam itu hingga tega memakan makhluk kecil yang menyelamatkan nyawaku?”
Risa tersenyum kecil. Ia senang sekali dengan ucapan Kroko.
Kroko tetap meniupi tubuh Risa hingga semua bulunya kering. Ia memberikan Risa minum dan menemaninya hingga Risa benar-benar pulih dan bisa terbang kembali.
—
Sejak saat itu, Risa punya sahabat baru. Sahabat sejati yang selalu berada bagi dirinya dalam suka dan duka. Kroko, si buaya yang terkenal ganas, kini menjadi teman terbaik untuk Risa, si burung kecil yang berhati mulia.
Kini, Risa tak pernah lagi merasa kesepian. Ia selalu punya teman untuk berbagi. Kroko pun dengan setia menunggu Risa di sungai kecil itu setiap waktu. Karena persahabatan mereka, Kroko tak lagi berperilaku kurang baik pada sesama warga hutan. Begitu juga dengan Risa yang belajar dari ketulusan hati Kroko.
Risa dan Kroko pun menjalani persahabatan mereka dengan hati tulus dan gembira. Mereka berjanji akan terus menjaga ikatan itu hingga salah satu dari mereka dipanggil Yang Kuasa.