Catatan Pemilu: Pilih Figur, Apapun Partainya

Menjelang Pemilu legislatif yang tinggal esok hari, ijinkan saya memberikan perspektif pribadi tentang festival demokrasi terbesar di negeri ini. Tidak ada tendensi untuk menjatuhkan satu dua pihak dalam opini ini. Ini semata-mata hanya sebuah usaha menjadi warga negara yang ingin menunaikan kewajibannya. Saya punya obligasi untuk berbagi pendapat yang mungkin bisa menjadi pemikiran bagi sesama warga negara.

Partai-partai sudah mengeluarkan banyak amunisi untuk menggaet pemilih dengan berbagai cara, dari sesederhana memasang bendera partai di jalan-jalan dan menyebarkan brosur, hingga membayar miliaran rupiah untuk numpang nampang di media televisi dalam beberapa menit. Semuanya dilakukan untuk satu tujuan: menjadi partai dengan suara terbanyak hingga bisa sepenuhnya berkuasa mengendalikan pemerintahan republik.

Lalu bagaimana dengan calon legislatif kita? Caranya pun tak banyak berbeda dengan partai-partai pengusungnya. Hanya saja tantangan buat mereka berlipat-lipat lebih berat karena harus mengenalkan diri para calon pemilih. Beruntung bagi yang sudah punya nama, misal caleg dari kalangan artis, pengusaha, atau politisi yang sudah bolak balik gedung parlemen. Kalangan politisi khususnya seperti belum puas lima tahun berada di sana. Selama ada kesempatan menyuarakan aspirasi rakyat, selamanya kesempatan itu harus dihajar dan tak boleh dilewatkan. Tercatat, 90% politisi DPR mencalonkan lagi dalam Pileg 9 April ini.

Sebagai seorang warga negara yang baik, menuntaskan hak pilih adalah hal yang mulia. Harapannya, jumlah golput tak lagi menjadi pemenang dalam pemilu seperti saat Pemilu Presiden lima tahun lalu. Mereka yang punya pilihanlah yang memenangkan kontestasi; bukan mereka yang ikut saja, cenderung apatis, lalu menggerutu.

Sejujurnya bagi saya, tidak penting partai apa yang menjadi pemenang Pemilu nanti. Akan tetapi, seandainya banyak orang baik terpilih untuk mewakili kita di parlemen, sesungguhnya seluruh warga negara-lah yang menang. Itu berarti kita punya banyak wakil yang bisa diandalkan untuk menyalurkan aspirasi kita dalam pemerintahan berbagai tingkat, dari pusat hingga kota atau kabupaten.

Lalu bagaimana kita memastikan memilih wakil yang dapat dipercaya? Bagi saya, jawabannya sederhana. Cari tahu dan pastikan kita kenal dengan calon wakil rakyat tersebut. Lebih baik lagi andai kita kenal secara personal dengan mereka yang mencalonkan diri, misalnya anggota keluarga, teman, rekan kerja, ataupun tetangga. Yang jelas, semakin kita kenal dengan calon wakil rakyat tersebut, semakin bisa kita mengawasi mereka.

Saya pribadi punya seorang rekan kerja yang mencalonkan diri sebagai anggota DPRD tingkat 1 di Kota Bekasi. Saya tahu benar kiprah Pak Sufyan, nama rekan tersebut, di pekerjaannya sehari-hari. Selain bekerja dengan penuh integritas di bidang pengadaan dan pelayanan yang berpotensi punya lahan basah, beliau juga aktif mengoordinasikan pengajian di kantor bagi semua karyawan. Di masyarakat, beliau pernah menjabat ketua RW dan sering dipercaya menjadi ketua panitia kegiatan di masyarakat.

Dari situ, saya tahu bahwa Pak Sufyan ini orang baik. Beberapa waktu lalu, saya sempat mengutarakan pesan ke beliau, “Pak, nanti kalau benar terpilih, mesti mundur dari jabatan sekarang di kantor.” Beliau tak ragu untuk mengatakan iya dan melanjutkan alasannya, “Mewakili masyarakat itu tidak bisa disambi.” Dari sudut pandang seorang teman, saya percaya Pak Sufyan bisa amanah jika memang nantinya diamanahkan. Mengakhiri percakapan itu, saya mewanti-wanti, “Kalau nanti Bapak korup, saya sendiri yang akan datang ke rumah Bapak dan menuntut tanggung jawab.” Pak Sufyan menutup dengan anggukan dan senyum seraya mengerti ucapan saya tidak main-main.

Parlemen kita butuh banyak orang baik mengingat langkanya integritas, kejujuran, dan tanggung jawab di ruang-ruang dewan yang terhormat. Kita tentu tidak ingin anggota parlemen periode ini mengulang kesalahan dan terus jatuh ke lubang yang sama: keserakahan demi kepentingan pribadi dan partainya. Sudah cukup banyak uang negara terbuang sia-sia memenuhi celah keserakahan yang tak pernah akan hilang itu.

Kini, banyak cara untuk mencari tahu kiprah calon anggota dewan. Salah satu yang saya jadikan referensi adalah situs orangbaik.org. Tak sampai sepuluh menit, saya mendapatkan calon wakil rakyat untuk dipilih besok. Meskipun tak mengenal personal, saya bisa melihat latar belakang pendidikan, kiprah calon tersebut di masyarakat, pengalaman organisasi, dan riwayat penyalahgunaan wewenang. Informasi tersebut saya nilai cukup untuk meyakinkan saya memilih satu dua orang wakil di parlemen nantinya.

Figur dari partai mau tidak mau pasti akan ikut keputusan partai. Argumen tersebut bisa jadi benar. Namun, saya tak mau ambil pusing. Kewajiban kita bukanlah memilih partai baik karena kita tahu pasti, tak ada partai yang benar-benar bersih. Selama partai politik berfokus pada dana tanpa kaderisasi yang baik, selama itu pula perilaku koruptif menjadi endemik pada setiap anggotanya. Akan tetapi, orang baik yang memiliki integritas pasti mengerti bagaimana menempatkan diri dan bersikap. Baginya partai adalah kendaraan untuk sampai di parlemen. Setelah sampai, fokusnya beralih pada bagaimana dia berperan untuk menjembatani kebutuhan masyarakat luas.

Prinsip itulah yang saya miliki sekarang. Penuhi parlemen dengan orang-orang baik dan kompeten pilihan kita. Harapannya, mereka mampu menjaga integritas dalam memperjuangkan aspirasi konstituen-nya. Tekanan partai pasti muncul tapi kita harap idealisme mereka bisa diandalkan. Lalu, tugas kita untuk turut mengawasi kinerja mereka di parlemen.

Sejujurnya, saya tidak pernah seantusias ini menyambut Pemilu. Selain karena informasi tentang caleg di periode 2014-2019 ini jauh lebih terbuka, saya percaya Pemilu kali ini menjadi momentum amat penting akan peralihan estafet kepemimpinan bangsa untuk kemudian berlari lagi dalam pembangunan. Mudah-mudahan, demokrasi Indonesia benar-benar kembali pada arti dasarnya: kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Saya percaya hal itu hanya bisa terjadi jika keterwakilan rakyat di parlemen benar-benar dipegang oleh mereka yang amanah, kompeten, dan penuh integritas.

Salam,
Bayu